IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVANOID EKSTRAK DAUN NAMPU (Homalomena javanica V.A.V.R) ASAL KABUPATEN BANTAENG
PENDAHULUAN
Tanaman obat sudah
banyak sekali digunakan oleh manusia sejak zaman dahulu. Bahkan dipercaya
mempunyai khasiat yang lebih ampuh daripada obat-obat dokter. Namun, karena
perkembangan jaman dan semakin meningkatnya pengetahuan manusia tentang
farmakologi dan ilmu kedokteran, banyak masyarakat yang beralih ke obat-obatan
dokter karena lebih mempercayai obat-obatan kimia yang telah teruji khasiatnya
secara laboratorium, dibandingkan dengan obat tradisional yang banyak belum
bisa dibuktikan secara laboratorium (Jumar, 2010).
Seiring berjalannya
waktu, kehidupan berubah. Dengan adanya krisis moneter, masyarakat terdorong
kembali menggunakan obat-obat tradisional yang boleh dikatakan bebas dari
komponen impor, terutama bebas dari bahan-bahan kimia yang kemungkinan dapat
berakibat fatal bagi kesehatan tubuh (Jumar, 2010).
1
|
Salah satu tanaman yang sudah lama dijadikan sebagai
tanaman obat adalah tanaman Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R), secara empiris tanaman ini digunakan
untuk mengatasi sindroma sumbatan angin-lembab, dengan gejala
perasaan dingin, sakit di pinggang bawah dan lutut, serta rasa keram dan kebas
di tungkai bawah, rematik,
pegal linu, pegal linu setelah melahirkan, dan meningkatkan
nafsu seks pada laki-laki (Hariana, 2013)
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Dirjin
POM, 2013).
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol
yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,
ungu, dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan. Flavanoid memainkan peran
utama dalam menarik serangga untuk memberi makan dan menyerbukan tanaman.
Beberapa dari senyawa memiliki rasa pahit dan mengusir serangga berbahaya
seperti ulat (Marliana, 2011)
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di
atas, maka rumusan masalah yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah Apakah ekstrak Daun Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R) mengandung
senyawa flavonoid ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Senyawa Flavanoid Dari
Ekstrak Daun Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R) Asal Kabupaten Bantaeng secara
Spektrofotometri Infra Merah.
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai bahan informasi mengenai kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam
tanaman Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R) dan sebagai bahan pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya kimia organik bahan alam dan menjadi pemacu bagi
ilmu-ilmu terkait seperti kesehatan, farmasi, biokimia dan kedokteran.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian tentang tanaman Nampu
1. Klasifikasi
Sistematika tanaman Nampu dalam taksonomi adalah Tjitrosoepomo G, 2012:
Plantarum :
Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio :
Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo :
Arales
Family : Araceae
Gebus : Homalomena
Spesies :
Homalomena javanica V.A.V.R
2.
Nama daerah (Dhalimarta, 2012)
Beureum
(Sunda), nampu, nyampu (Jawa Tengah)
3.
Morfologi (Dhalimarta, 2012)
4
|
4.
Manfaat (Dhalimarta,
2012)
Rimpang
nampu digunakan untuk mengatasi sindroma
sumbatan angin-lembab, dengan gejala perasaan dingin, sakit di pinggang bawah
dan lutut, serta rasa keram dan kebas di tungkai bawah, rematik, pegal linu, pegal linu setelah melahirkan, dan meningkatkan
nafsu seks pada laki-laki.
5.
Sifat Kimia dan Kandungan Kimia (Hariana, 2013)
Rimpang nampu mengandung senyawa saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol. Daunnya
mengandung saponin dan flavonoid.
B. Metode Ekstraksi bahan alam.
1. Tujuan ekstraksi.
Ekstraksi bertujuan
untuk menarik komponen-komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam. Pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung
zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan pelarut organik diluar
sel. Proses ini berulang terus sampai terjadi keadaan seimbang antara
konsentrasi cairan zat aktif didalam dan diluar sel.
2. Jenis – jenis Ekstraksi (Depkes RI, 1986).
a. Ekstraksi
secara Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana, yaitu dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perubahan konsentrasi
antara larutan zat aktif didalam sel dengan di luar sel, maka larutan terpekat
didesak ke luar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi kesetimbangan
konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Simplisia yang akan diekstraksi
diserbukkan lalu dimasukkan kedalam bejana maserasi. Simplisia tersebut
direndam dengan cairan penyari, setelah dalam waktu tertentu sekali-kali
diaduk. Hal ini dilakukan selama 5 hari.
b. Ekstraksi
secara Perkolasi
perkolasi adalah cara penyarian yang
dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang
dibasahi. Pada metode ini simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan dalam
suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai keadaan jenuh. Gerakan kebawah
disebabkan oleh kekuatan beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi
dengan daya kapiler yang cendrung untuk menahannya.
c. Ekstraksi
secara Soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya
adalah penyarian berkesinambungan secara dingin. Alat soxhletasi dibuat dari
bahan gelas yang terbagi atas tiga bagian : bagian tengah untuk menampung
serbuk simplisia yang akan diekstraksi yang dilengkapi dengan pipa pada bagian
kiri dan kanan, satu untuk jalannya uap air dan yang lain untuk jalannya
larutan yang berkondensasi uap menjadi cairan, agar cairan penyari yang dipakai
tidak terlalu banyak . sedangkan bagian bawah terdapat labu alas bulat yang
berisi cairan penyari dan ekstrak.
d. Ekstraksi
secara Refluks
Cara ini termasuk cara ekstraksi yang
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, kemudian
dipanasi sampai mendidih, cairan penyari akan menguap kemudian terkondensasi
oleh pendingin tegak dan akan turun kembali menyari zat aktif dalam simplisia
tersebut, hingga tersari dengan sempurna.
C. Uraian tentang Flavonoid
1.
Jenis Senyawa Flavanoid
Senyawa flavanoid adalah senyawa – senyawa fenol yang
berasal dari senyawa aromatik yang terdapat dialam.
Meski sering disebut senyawa fenol namun sebagian besar senyawa flavanoid
bersifat netral karena tidak mengandung gugus fenol dalam keadaan bebas.
Berikut ini adalah macam_macam senyawa flavanoid yang ditemukan dialam (Mahajani, N. 2012).
2.
Macam-Macam Senyawa Flavanoid
a.
Senyawa Flavonoid: Katekin dan proantosianidin
Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa
yang mempunyai banyak kesamaan. Semuanya senyawa
berwarna dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan berkayu. Saat ini telah
dikenal tiga jenis katekin, yang berbeda pada jumlah gugus hidroksil pada
cincin B. Senyawa ini mempunyai dua atom karbon kiral dan karena itu mungkin
terdapat 4 isomer (Mahajani, N. 2012).
b.
Senyawa Flavanoid: Flavanon dan Flavanonol
Senyawa Flavanon dan Flavanonol terdapat hanya
sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Senyawa flavanoid jenis
ini hampir tidak berwarna atau hanya kuning sedikit. Karena konsentrasinya
rendah dan tidak berwarna maka sebagian besar diabaikan. Flavanon (atau
dihidroflavanon) sering dijumpai dalam bentuk aglikon (60) tetapi beberapa
glikosidanya telah banyak dikenal seperti, hesperidin dan naringin dari kulit buah
jeruk. Flavanonol merupakan flavonoid yang kurang dikenal, dan kita tidak
mengetahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosida.
c.
Senyawa Flavanoid: Flavon, flavanol, isoflavon
Flavon atau flavonol merupakan senyawa yang paling
banyak di temukan pada pigmen kuning pada tumbuhan. Meski tidak semua tumbuhan
berpugmen kuning mengandung flavon, seperti warna kuning tumbuhan jagung
disebabkan oleh karatenoid. Isoflavon tidak begitu menonjol, tetapi senyawa ini
penting sebagai fitoaleksin. Senyawa yang lebih langka lagi ialah
homoisoflavon. Senyawa ini biasanya mudah larut dalam air panas dan alkohol
meskipun beberapa flvonoid yang sangat termitalasi tidak larut dalam air (Mahajani, N. 2012)..
d.
Senyawa flavanoid: Auron (Cincin A –COCO CH2 –
Cincin B)
Auron berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga
tertentu dan bryofita. Dikenal hanya lima aglikon,
tetapi pola hidroksilasi senyawa ini umumnya serupa dengan pola pada flavonoid
lain begitu pula bentuk yang dijumpai ialah bentuk glikosida dan eter metil.
Dalam larutan basa senyawa ini menjadi merah ros. Beberapa auron, struktur dan
tumbuhan sumber terdapat dalam contoh dibawah ini.
e.
Senyawa flavanoid: Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan
paling tersebar luas dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan
suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari
pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau
dengan metilasi.
f.
Senyawa flavanoid: Khalkon
Polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman,
namun terdistribusinya di alam tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat
mengalami isomerasi menjadi flavanon dalam satuan keseimbangan. Bila khalkon
2,6-dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus hidroksil, dan stabilisasi
mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil maka menyebabkan
keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah flavanon. Hingga khalkon yang
terdapat di alam memiliki gugus
2,4-hidroksil atau gugus
2- hidroksil -6- glikosilasi (Lenny, S. 2006).
D. Isolasi Senyawa Flavonoid
Sebelum masuk ke proses ekstraksi, tanaman yang akan
diambil senyawa flavonoidnya perlu melewati tahapan pemilihan tumbuhan segar,
dikeringkan dalam tanur suhu 100 derajat celcius, digiling, lalu dibentuk
serbuk halus, baru kemudian dapat diekstraksi menggunakan pelarutnya yang
sesuai atau yang sudah ditentukan (Lenny, S 2006).
Mengekstraksi senyawa Flavonoid ini tidak sederhana.
Pertama, perlu untuk dimaserasi dua kali mengguankan kombinasi pelarut Metanol
dan air (9:1) dan kombinasi pelarut Metanol dan air (1:1) selama 6 jam, baru
kemudian disaring. Kedua, ambil filtratnya, lalu diuapkan sampai 1/3 volume
awal atau sampai hampir semua Metanol menguap. Ketiga, larutan tersebut
kemudian diekstraksi menggunakan air lalu dikocok dengan heksan atau kloroform.
Ambil lapisan airnya karena telah mengandung sebagian besar senyawa Flavonoid.
Setelah itu, bisa diuapkan menggunakan penguap putar untuk mendapatkan
ekstraknya (Lenny, S. 2006).
Pada hal yang pertama, perlu dimaserasi dengan
kombinasi pelarut Metanol dan air, suatu kombinasi pelarut polar, karena
senyawa yang akan diekstraksi sendiri merupakan senyawa polar. Ingat teori
"Like dissolve like", senyawa polar melarutkan senyawa polar,
sementara senyawa nonpolar melarutkan senyawa nonpolar. Lalu pada proses
ekstraksi yang sudah dijelaskan sebelumnya juga ada tahapan ketika diekstraksi
menggunakan air kemudian dikocok dengan heksan atau kloroform, suatu pelarut
nonpolar, ini merupakan cara untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih
murni, karena dengan demikian, senyawa-senyawa nonpolar yang masih ada pada
larutan tersebut, dapat tertarik oleh pelarut ini dalam lapisan pelarut
nonpolarnya karena yang akan diambil adalah lapisan airnya yang mengandung
lebih banyak senyawa flavonoid (lapisan air ini sudah bebas dari senyawa
nonpolar karena senyawa tersebut sudah terikat di lapisan pelarut nonpolarnya) (Lenny, S. 2006).
Untuk ekstraksi senyawa Biflavonoid, bedanya, pada
senyawa ini digunakan berbagai macam pelarut yaitu pelarut polar, semipolar,
dan nonpolar. Isolasi merupakan suatu cara untuk mendapatkan senyawa
yang dimaksud dengan benar-benar murni. Perlu diketahui bagaimana caranya
senyawa yang sedang diisolasi merupakan senyawa yang dimaksud tersebut.
Struktur dari senyawa dan spektrum H NMR dari suatu senyawa merupakan pembeda
satu senyawa dengan senyawa lainnya, sehingga apabila menginginkan untuk
mengisolasi suatu senyawa termasuk mengisolasi senyawa Flavonoid atau
Biflavonoid bisa menggunakan spektroskopi IR dan H NMR (Lenny, S. 2006).
Sebelum melakukan tahapan isolasi menggunakan alat
mahal (spektroskopi IR ataupun H NMR), ada baiknya melakukan identifikasi
sederhana terlebih dahulu. Untuk flavonoid, identifikasi yang bisa dilakukan antara
lain melalui tes Shinoda, tes FeCl3, dan uji dengan penambahan NaOH. Uji dengan tes Shinoda yaitu dengan membuat larutan zat dalam etanol
kemudian ditambah dengan 3 mg logam Mg dan beberapa tetes HCl pekat. Kemudian
akan menghasilkan hasil positif apabila berwarna orange. Warna orange ini
dihasilkan karena adanya ikatan dari Mg yang berlebih dengan senyawa Flavonoid
membentuk suatu kompleks yang berwarna (Lenny, S. 2006).
Uji dengan tes FeCl3 dilakukan dengan membuat larutan
zat dalam etanol kemudian ditambah dengan beberapa tetes FeCl3 10%, kemudian
akan memberikan hasil positif apabila berwarna biru hijau. Uji dengan penambahan NaOH dilakukan dengan membuat larutan zat dalam air
kemudian dipanaskan, disaring, lalu ditambah dengan NaOH encer 10%, nanti akan
memberikan warna kuning, ditambah dengan HCl encer, jika memberikan hasil
positif maka warna kuningnya akan berubah menjadi tidak berwarna (Lenny, S. 2006).
E. Manfaat Senyawa Flavonoid
Flavonoids
dikenal sebagai salah satu substansi antioksidan yang berkekuatan sangat kuat
hingga dapat menghilangkan efek merusak yang terjadi pada oksigen dalam tubuh
manusia.
Menurut penelitian Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Senyawa ini terdiri dari lebih dari 15 atom karbon yang sebagian besar bisa ditemukan dalam kandungan tumbuhan.Saat ini lebih dari 6.000 senyawa yang berbeda masuk ke dalam golongan flavonoid (Hernawati. 2010).
Menurut penelitian Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Senyawa ini terdiri dari lebih dari 15 atom karbon yang sebagian besar bisa ditemukan dalam kandungan tumbuhan.Saat ini lebih dari 6.000 senyawa yang berbeda masuk ke dalam golongan flavonoid (Hernawati. 2010).
Manfaat
flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan
sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), antiinflamasi,
mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotika (Hernawati. 2010).
Fungsi
flavonoid sebagai antivirus telah banyak dipublikasikan, termasuk untuk virus
HIV (AIDS) dan virus herpes. Selain itu, flavonoid juga dilaporkan berperan
dalam pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit lain seperti asma, katarak,
diabetes, encok/rematik, migren, wasir, dan periodontitis (radang jaringan ikat
penyangga akar gigi). Selain
itu flavonoid juga berfungsi sebagai : melindungi
struktur sel dalam tubuh, meningkatkan
penyerapan dan penggunaan vitamin C dalam tubuh, sebagai obat anti inflamasi, mencegah pengeroposan tulang, sebagai antibiotic, sebagai antivirus, bahkan fungsinya sebagai
antivirus HIV/AIDS telah banyak diketahui dan dipublikasikan, mengahambat pertumbuhan kolesterol jahat LDL
dalam darah, mencegah
terjadinya atherosklerosis, suatu keadaan di mana dinding arteri menjadi lebih
tebal dan membantu meningkatkan
sistem kekebalan tubuh (Hernawati.
2010).
F. Uraian Tentang Spektrofotometer Infra Merah
1. Teori
Konsep radiasi infra merah diperkenalkan pertama kali oleh
Sir William Herschel pada tahun 1800 melalui percobaannya, yang mendispersikan
radiasi matahari dengan suatu prisma. Ternyata dengan percobaan tersebut dapat
dibuktikan bahwa pada daerah sesudah sinar infra merah menunjukan kenaikan
temperatur yang tinggi, hal ini berarti pada daerah panjang gelombang radiasi
tersebut terdapat banyak kalori dengan energi yang tinggi, kemudian daerah
spektrum tersebut dikenal sebagai infra merah (Sastrohamidjojo,
H. 2001).
Berdasarkan pembagian daerah gelombang (Tabel 1) sinar infra merah
terbagi atas tiga daerah yaitu :
1. Daerah
Infra merah dekat
2. Daerah
Infra merah pertengahan
3. Daerah
Infra merah jauh
Tabel
1. Daerah panjang gelombang
Jenis
|
Panjang gelombang
|
Interaksi
|
|
Sinar
gamma
|
<10
nm
|
Emisi
inti
|
|
Sinar
X
|
0,01-100
A
|
Ionisasi atomic
|
|
Ultra ungu (UV jauh)
|
10-200
NM
|
Transisi Elektronik
|
|
Ultra
ungu
|
200-400
NM
|
Transisi elektronik
|
|
(UV)
dekat
|
|
|
|
Sinar tampak (spectrum optik)
|
400-750
nm
|
Transisi elektronik
|
25.000-13000 cm-3
|
Infra merah dekat
|
0,75-2,5
µm
|
Interaksi ikatan
|
13.000-4000 cm-1
|
Infra merah pertengahan
|
2,5-50
µm
|
Interaksi ikatan
|
4.000-20
cm-1
|
Infra merah jauh
|
50-1.000
µm
|
Interaksi ikatan
|
200-10
cm-1
|
Gelombang mikro
|
0,1-100
µm
|
Serapan
inti
|
200-10
cm-1
|
Gelombang radio
|
1-1000
meter
|
Serapan
inti
|
|
Metode Spektroskopi Infra Merah ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena
spektrum yang dhasilkan spesifik untuk senyawa tersebut.
Metode ini banyak digunakan karena :
1. Cepat
dan relatif murah
2. Dapat
digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul
3. Spektrum
Infra Merah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh sebab itu
dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut.
Tabel. 2 Penentuan Daerah Serapan
Gugus
|
Jenis
senyawa
|
Daerah
Serapan (cm-1)
|
C-H
|
Alkana
|
2850, 1350-1470
|
C-H
|
Alkana
|
3020-3080, 675-870
|
C-H
|
Alkana
|
3000-3100,674-870
|
C-H
|
Aromatic
|
330
|
C=C
|
Alkena
|
1640-1680
|
C=C
|
Aromatic
|
1500-1600
|
C-O
|
Alcohol, eter, asam karboksilat, ester
|
1080-1300
|
C=O
|
Aldehida, keton, asam karboksilat, ester
|
1690-1760
|
O-H
|
Alkohol, fenol,(monomer)
|
3610-3640
|
O-H
|
Alcohol, fenol (ikatan H)
|
2000-3600 (lebar)
|
O-H
|
Asam karboksilat
|
3000-3600(lebar)
|
N-H
|
Amina
|
3310-3500
|
C-N
|
Nitro
|
1180-1360
|
C-NO2
|
|
1515-1560, 1345-12385
|
Untuk penafsiran spektrum infra merah, tidak ada aturan kaku, namun
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai upaya untuk menafsirkan
suatu spektrum adalah :
1. Spektrum
harus terselesaikan dan intensitas cukup memadai
2. Spektrum
diperoleh dari senyawa murni.
Spektrofotometer
harus dikalibrasi sehingga pita yang diamati sesuai dengan frekuensi atau
panjang gelombangnya (Lau, W.S, 1999)
Dengan dasar spektrofotometer infra merah yang dikemukakan
oleh Hooke yaitu senyawa yang terdiri dari dua atom atau diatom dapat
digambarkan dengan dua bola yang saling terikat oleh pegas. Bila ikatan
bergtar, maka energi vibrasi secara terus menerus dan secara priodik berubah
dari energi kinetik ke energi potensial dan sebaliknya. Setiap senyawa pada
keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam gerak, yaitu :
a. Gerak translasi, yaitu vibrasi secara terus menerus dari satu
titik ke titik lain.
b. Gerak rotasi, yaitu berputar pada porosnya.
c. Gerak vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya.
d. Atom-atom didalam molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi
biasanya terjadi peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan
kekuatan ikatan yang menghubungkannya. Vibrasi molekul sangat khas untuk suatu
molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger print, vibrasi molekul
digolongkan menjadi dua yaitu vibrasi regangan dan vibrasi bengkokan.
e. Radiasi Infra Merah
Radiasi yang dihasilkan oleh
sinar infra merah untuk analisis instrumen adalah radiasi IR yang rentang
bilangan gelombangnya antara 4000 cm-1 hingga 670 cm-1. Radiasi infra merah
tersebut terbagi lagi atas dua daerah, yaitu :
1. Daerah gugus fungsi, yaitu pada rentang antara 4000 hingga
1600 cm-1. Pada daerah kiri merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi
gugus-gugus fungsional, daerah ini menunjukan absorbsi oleh modus uluran.
2. Daerah sidik jari, yaitu pada rentang antara 1600 cm-1 hingga
670 cm-1. Sedangkan daerah kanan 14000 cm-1 seringkali sangat rumit karena bank
modus uluran maupun modus tekkukan mengakibatkan absorbsi, pada daerah ini
biasanya korelasi antara suatu pita dan gugus fungsional spesifik tidak dapat
ditarik dengan cermat namun tiap senyawa organik masing-masing dengan
resapannya yang unik disini. Oleh karena itu disebutdaerah sidik jari, meskipun
bagian kiri nampaknya sama untuk senyawa-senyawa yang mmirip, daerah sidikkan
haruslah pula cocok antara dua spektra agar dapat disimpulkan bahwa kedua
senyawa itu sama (Harmita.
2006).
3. Spektrum
infra merah biasa dibagi menjadi 3 wilayah , yaitu :
a. wilayah IR dekat 12.500-4000 cm-1 (0,8-25 um).
b. wilayah IR sedang 4000-400 cm-1 (2,5-25 um).
c. wilayah IR jauh 400-20 cm-1 (25-500 um).
Meskipun terdapat tiga
wilayah tetapi haya infra merah sedanglah yang biasa disebut sinar infra merah.
Pita-pita IR dalam sebuah spektrum dapat dikelompokkan pada intensitasnya yaitu
kuat (S: strong), sedang (M:medium), lemah (W:weak), dan bahu (h:shoulder)
yaitu suatu pita lemah yang bertumpang tindih dengan suatu pita kuat. Istilah
ini relatif dan penandaanya pada suatu pita tertentu hanya bersifat kualitatif.
Radiasi infra merah yang
diadsorpsi oleh molekul senyawa organik akan diubah kedalam bentuk energi yang
digunakan untuk vibrasi molekul sehingga spektroskopi IR sering disebut
spektroskopi vibrasional. Perubahan energi vibrasional selalu disertai dengan
perubahan energi rotasional sehingga spektrum IR terbentuk lebih lebar seperti
pita, letak pita atau puncak (peak) dinyatakan dalam panjang gelombang. Satuan
yang sering digunakan dalam SIR adalah bilangan gelombang yang disebut Kaiser (Sastrohamidjojo,
H. 2001).
2. Pengertian Spektrofotometer Infra Merah
Spektrofotometer infra merah merupakan suatu metode yang
mengamati interaksi molekul dengan didasarkan pada pemantulan, penyerapan, atau
penerusan dari radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang
gelombang 0,8 – 500 um atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1. Spektrum
peresapan suatu zat adaah sifat dasar fisika yang khas, sehingga spektrum IR
dapat digunakan untuk zat yang tidak diketahui sebelumnya dapat diketahui atau
juga kadar suatu zat dalam contoh. Spektrofotometer infra merah biasa digunakan untuk tujuan
analisis kualitatif yang difokuskan pada identifikasi gugus fungsi, Sasaran
analisis kualitatif spektrofotometer infra merah adalah zat-zat organik,
walaupun dapat juga untuk senyawa anorganik (Sastrohamidjojo,
H. 2001)
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan desain Penelitian
Jenis penelitian ini dilakukan secara
eksperimental di laboratorium, dengan desain penelitian yaitu sampel Daun Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R). kemudian dilakukan ekstraksi,
pemisahan senyawa
kimia dengan tekhnik isolasi menggunakan metode kromatiografi lapis tipis
preparative dan di lanjutkan dengan identifikasi dengan metode spektrofotometri
Infra Merah untuk
melihat serapan dan panjang gelombang senyawa flavonoid.
B. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juni 2016. dilaboratorium Fitokimia
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Timur Makassar dan
Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin Makassar.
C. Sampel Penelitian
Dalam penelitian menggunakan sampel Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R) yang
masih segar dan diambil langsung dari Daerah Desa Barua Kecamatan Eremerasa Kabupaten
Bantaeng.
D. Alat dan bahan yang digunakan
19
|
Bahan yang digunakan adalah :Air
suling, asam asetat, alumunium klorida, asam klorida, asam sulfat, ekstrak
Daun Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R), etanol,
etil asetat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium asetat, pereaksi Dragendorrf LP, seperangkat alat kromatografi kertas
preparative.
E. Prosedur kerja
1. Pengambilan dan pengolahan sampel
a. Pengambilan
sampel
Sampel
yang digunakan adalah Daun Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R) pada
pagi hari yaitu pada pukul 07.00 WITA sampai dengan 10.00 WITA.
b. Pengolahan Sampel
Sampel
daun Nampu
dicuci bersih kemudian dirajang / dipotong-potong kecil dan dikeringkan terhindar
dari sinar matahari langsung.
2. Ekstraksi sampel
Ekstraksi ini dilakukan dengan cara maserasi dimana bahan
berupa daun Nampu (Homalomena
javanica V.A.V.R) yang telah dikeringkan dipotong kecil, ditimbang sebanyak 500 g. Kemudian daun
dimasukkan dalam bejana maserasi ditambahkan metanol hingga
terendam sempurna. Bejana lalu ditutup, didiamkan ditempat gelap selama 5 hari
sambil sering diaduk-aduk. Setelah 5 hari, saring lalu cairan penyari diganti
dengan pelarut yang baru dan dimaserasi kembali. Dilakukan setiap 5 hari sekali
hingga simplisia tersari sempurna. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan kemudian
diuapkan dengan rotavapor dilanjutkan di atas penangas air sehingga diperoleh
ekstrak kental, selanjutnya di identifikasi dengan kromatografi lapis tipis.
3.
Ekstraksi dengan pelarut dietil eter
Ekstrak metanol yang telah dipekatkan disuspensikan dengan
air suling 50 ml, dimasukkan ke dalam corong pisah selanjutnya diekstraksi
dengan pelarut dietil eter. Dikocok hingga homogen dan didiamkan sampai
terbentuk dua lapisan yang memisah. Setelah memisah, krannya dibuka lapisan air
dan lapisan dietil eter ditampung dalam wadah yang berbeda.
4. Ekstraksi dengan pelarut n-Butanol
Lapisan air dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan
diekstraksi kembali dengan n-butanol. Ekstraksi diulangi sampai 3 kali dengan ekstrak yang
sama. Lapisan air diekstraksi kembali
dengan N-Butanol air dengan perlakuan
yang seperti diatas. Lapisan n-butanol
diuapkan hingga diperoleh ekstrak n-butanol yang pekat selanjutnya di kromatografi lapis tipis preparativ.
5.
Uji Kualitatif Flavonoid
a.
Ekstrak
n-butanol 4 ml ditetesi dengan larutan NaOH 10%. Terbentuknya warna Kuning
sampai Coklat mengindikasikan adanya flavonoid.
b.
Ekstrak
n-butanol 4 ml ditambahkan dengan H2SO4 10%. Jika
berwarna Coklat sampai Hijau kehitaman mengindikasikan adanya flavonoid.
6. Pemisahan dan permurnian komponen kimia
a. Identifikasi Kromatografi lapis tipis (KLT)
Ekstrak n-butanol di analisa secara kromatografi lapis tipis
menggunakan penampak noda sinar Lampu UV 366 nm dengan cairan pengelusi Kloroform-methanol-air perbandingan (15:5:1)
b. Kromatografi lapis tipis Preparatif (KLTP)
Ekstarak n-butanol yang diperoleh
ditotolkan sebagai garis sempit pada salah satu sisi permukaan lempeng
menggunakan yang sebelumnya telah liat parit. Selanjutnya dielusi dalam chamber
yang jenuh dengan eluen. Komponen kimia akan terpisah membentuk pita-pita
berupa garis horizontal yang tampak dibawah sinar lampu UV 366 nm. Pita-pita terbentuk
dikeruk dan dilarutkan selanjutnya filtrat ditampung sebagai fraksi-fraksi
dalam wadah.
c. Kromatografi Lapis tipis Dua Dimensi
KLT dua dimensi dilakukan
terhadap fraksi noda tunggal dengan 2 jenis eluen yang berbeda untuk
membuktikan bahwa fraksi tersebut adalah senyawa. Fraksi tunggal ditotolkan pada lempeng silika
gel G 60 F254 ukuran 10x10 cm, dengan cairan pengelusi kloroform-methanol-air (10:5:1) pada arah I, setelah terelusi dikeluarkan dari chamber, dan
dideteksi dengan penampak noda sinar UV 366
nm, selanjutnya lempeng diputar 900
kemudian dielusi kembali dengan cairan pengelusi etil asetat-etanol-air (10:5:1) untuk arah II. Setelah terelusi dikeluarkan dari
chamber dikeringkan untuk selanjutnya didektesi dengan menggunakan penampak
noda sinar UV 366 nm.
F. Identifikasi menggunakan spekrofotometer Infra Red
Fraksi-fraksi yang diperoleh sebagai senyawa murni kemudian di analisis dengan spektrofotometer IR. 0,2 gram pellet KBr
ditambahkan dengan satu tetes isolat, dikeringkan kemudian diamati spektrumnya
pada panjang gelombang 4000-400 cm-1
G.
Pengamatan dan Pengumpulan
Data
Pengamatan dilakukan dengan melihat spektrum
serapan yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan Spektrofotometer Infra Merah.
H.
Pengolahan
Data
Pengolahan data di lakukan
setelah didapatkan hasil
serapan spektrum senyawa flavonoid yang di identifikasi secara Spektrofometri Infra
Merah.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENELITIAN
Dari
penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil, pada proses ekstraksi
terhadap 500 gram sampel Daun Nampu (Homalomena
javanica V.A.V.R) dengan
memakai metanol
diperoleh ekstrak metanol kental, kemudian dipartisi cair-cair dengan
menggunakan pelarut yang sesuai sampai diperoleh ekstrak n-butanol.
Dari ekstrak yang diperoleh dilakukan uji pendahuluan yaitu dengan menggunakan
pereaksi warna, kemudian dilanjutkan
dengan metode kromatografi lapis tipis, kromatografi lapis tipis
preparatif, dan spektrofotometri infra merah dan diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 1. Hasil Uji
Pendahuluan
No.
|
Sample
|
Pereaksi
|
Warna
|
Ket.
|
1.
|
Ekstrak n-Butanol
|
NaOH 10%
H2SO4
10%
|
Coklat
Coklat
|
(+)
(+)
|
Laboratorium : Fitokimia Farmasi UIT Makassar
Tabel 2. Hasil
Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak n-Butanol Daun
Nampu (Homalomena
javanica V.A.V.R) Dengan
Eluen Kloroform-methanol-air perbandingan (15:5:1)
Sample
|
Warna Noda
|
Nilai Rf
|
|
Pada Lampu UV 366
|
Sesudah disemprot H2SO4
|
||
Ekstrak n-Butanol
|
Biru
|
Coklat
|
0,163
|
Coklat
|
Coklat
|
0,27
|
|
Merah muda
|
Hitam
|
0,74
|
27
|
Tabel 3. Hasil
Kromatografi Lapis Tipis fraksi A,B dan C Dengan Eluen Kloroform-methanol-air perbandingan (15:5:1)
Fraksi
|
Warna pita (Noda)
|
|
A (2 noda)
|
Putih terang
dan Biru tua
|
|
B (1 noda)
|
Coklat
|
|
C (2 noda)
|
Coklat dan
coklat
|
Laboratorium :
Fitokimia Farmasi UIT Makassar
Tabel 4. Hasil
Kromatografi Lapis Tipis Dua dimensi Fraksi B Daun Nampu
(Homalomena javanica V.A.V.R) Dengan Eluen Kloroform-methanol-air (10:5:1)
arah I, etil asetat-etanol-air (10:5:1) arah II
Fraksi
|
Rf
|
Arah
Elusi
|
Warna becak pada UV 366 nm tanpa asam sulfat 10 %
|
|
A
|
0,81
0,88
|
(arah I)
(arah
II
|
1 noda
1 noda
|
Coklat
Coklat
|
Laboratorium :
Fitokimia Farmasi UIT Makassar
Tabel 5. Hasil
Analisis Spektrum Infra Merah Senyawa Dari Fraksi B.
No
|
Bilangan Gelombang (cm-1)
|
Bentuk Pita
|
Insensitas
|
Kemungkinan Gugus Fungsi
|
|
Serapan
|
Pustaka
|
||||
1
|
3412,06
|
3000-3600
|
Lebar
|
Kuat
|
O-H
|
2
|
2856,58
|
2850-3000
|
Lebar
|
Lemah
|
C-H
|
3
|
1625.99
|
1400-1650
|
Lebar
|
Lemah
|
C=C
Aromatik
|
4
|
1111,00
|
1080-1300
|
Lebar
|
Kuat
|
C-O
|
Laboratorium :
Kimia Terapan Fakultas MIPA UNHAS
B.
PEMBAHASAN
Simplisia Daun
Nampu (Homalomena
javanica V.A.V.R) sebanyak 500 gram
diekstraksi dengan maserasi dalam dengan pelarut metanol. Tahap selanjutnya ekstrak Daun Nampu
ini dipartisi (dipisahkan) senyawa nonpolar, dan senyawa polar dengan menggunakan metode
partisi cair-cair pemisahan
dilakukan berdasarkan tingkat kepolarannya. Pelarut partisi
pertama yang digunakan adalah pelarut eter
karena eter merupakan pelarut nonpolar. Pelarut partisi kedua yang digunakan adalah n-butanol karena n-butanol
merupakan pelarut polar yang mampu menarik senyawa polar, dan senyawa yang akan
ditarik yaitu favonoid yang merupakan senyawa polar.
Untuk identifikasi pertama-tama dilakukan uji pendahuluan
dengan menggunakan pereaksi NaOH
10% dan H2SO4 10%
dan menghasilkan warna
Coklat yang positif mengandung flavonoid.
Tahap
berikutnya dengan melakukan uji Kromatografi Lapis Tipis ekstrak n-butanol
, dengan menggunakan cairan pengelusi Kloroform – methanol - air perbandingan (15:5:1),
menunjukan pada ekstrak n-butanol terdapat noda yang tampak pada
sinar UV 366 nm dengan warna dan harga Rf berturut - turut adalah biru (Rf 0,163), Coklat (Rf 0,27),
dan merah muda (Rf 0,74)
Dari hasil KLT
tersebut diduga hanya ekstrak n-butanol saja yang
positif mengandung senyawa flavonoid, sehingga dilanjutkan ke proses Kromatografi
Lapis Tipis Preparatif menggunakan eluen Kloroform
– methanol - air perbandingan (15:5:1), diperoleh 3
pita, pada Lampu UV 366 nm
selanjutnya pita-pita tersebut dikerok dan ditampung fraksi-fraksi.
Dari hasil KLT tiap-tiap
fraksi diperoleh fraksi B memiliki noda
tunggal dengan warna yang
diperoleh yaitu warna coklat jika
dilihat di sinar lampu UV 366 nm
Kemudian dilakukan KLT 2 Dimensi pada fraksi B dengan eluen Kloroform-methanol-air (10:5:1)
untuk arah I dan di peroleh harga Rf 0,85. Untuk arah II di pakai
eluen etil asetat-etanol-air (10:5:1) di peroleh harga Rf 0,88 dengan warna noda yg
sama yaitu coklat. Kemudian
fraksi yang diperoleh dari KLTP yaitu fraksi B dilanjutkan ke tahap
identifikasi dengan menggunakan spektrofotometri infra merah.
Hasil spektrum infra merah pada Fraksi B menunjukan Pita lebar kuat pada puncak 3412,06 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH, serapan
uluran C-H pada daerah bilangan gelombang 2856,58 cm-1. Serapan uluran C=C aromatik muncul pada daerah bilangan
gelombang 1625,99 cm-1 berarti adanya benzena tersubstitusi (substitusi cincin
aromatik). Sementara itu serapan pada bilangan gelombang 1111,00 cm-1
adanya gugus C-O. Adanya gugus fungsi -OH,
C-O, C=C
aromatik dan C-H keluar
bidang mengindikasikan suatu senyawa flavonoid, dan didukung
oleh kualitatif dengan pereaksi NaOH
10% dan H2SO4 10% memberikan hasil warna coklat
positif flavonoid sehingga mengindakasi suatu senyawa flavonoid.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
Daun Nampu (Homalomena javanica V.A.V.R) di duga
mengandung senyawa flavonoid berdasarkan hasil uji kualitatif dan di tegaskan
hasil adanya gugus fungsi
-OH, C-O, C=C aromatik dan C-H keluar bidang mengindikasikan suatu
senyawa flavonoid, dan didukung oleh kualitatif dengan pereaksi NaOH 10% dan H2SO4
10% memberikan hasil warna
coklat positif flavonoid sehingga mengindakasi suatu senyawa flavonoid.
B. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang
penentuan struktur senyawa flavonoid menggunakanmetode MS dan NMR Daun Nampu (Homalomena
javanica V.A.V.R).
DAFTAR PUSTAKA
Dalimarta, S. 2012, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid
6 Revisi, Trubus Agriwidya, Jakarta, 60.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986, Sediaan galenika, Departemen Kesehatan RI Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Dirjen POM, 2013, Farmakope
Indonesia Edisi V, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Dinata, 2005, “isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid pada fraksi etil asetat dar idaun tumbuhan sirih merah”
F.MIPA Universitas Mulawarman. Samarinda
Hariana A.H, 2013, Tumbuhan Obat dan
Khasiatnya., Seri III, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta
Hernawati. 2010. Perbaikan Kinerja
Reproduksi Akibat Pemberian Isoflavon dari Tanaman Kedelai. Online: FPMIPA, diakses tanggal 30 Oktober.
Jumar, 2010, Entomologi Pertanian, Penerbit Rineka
Cipta : Jakarta.
Kardinan, 2004, Tumbuhan
Obat dan Khasiatnya., Seri VI, Penerbit
Penebar Ilmu Kebudayaan, Jakarta
Lenny,
S. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenil
Propanoid dan Alkaloid.
Online:http://www.pdf-searcher.com/senyawa-flavonoid,-fenil-propanoid-dan-alkaloid.html,
diakses tanggal 30 Oktober.
Marliana, 2011, Manfaat
Flavanoid bagi tanaman, PT. Citra Aji Parama, Yogyakarta
Mahajani, N. 2012. Isolasi
dan Karakterisasi Senyawa Flavonoid dari Daun Tumbuhan Sirsak. Skripsi.
Gorontalo:UNG
Sastrohamidjojo, H. 2001. Dasar-dasar Spektroskopi. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada (UGM).
Tjitrosoepomo G, 2012, Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Advertisement
Loading...