PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN MELALUI PENINGKATAN KELEMBAGAAN PKK
I PENDAHULUAN
Saat ini kita tengah memasuki era globalisasi, di mana
kehidupan di suatu negara tidak dapat menafikan kehidupan di negara lainnya,
terlebih telah terwujudnya kesepakatan-kesepakatan international, regional,
maupun bilateral dalam hal persaingan bebas, terutama yang bersentuhan dengan
lapangan ekonomi. Di tingkat internasional terdapat WTO (Word Trade
Organization) yang mengatur perdagangan di tingkat dunia, juga di
tingkat regional terutama di Asean telah ditetapkan tahun 2003 sebagai tahun
perdagangan bebas di kawasan ini, yaitu dengan disepakatinya AFTA (Asean
Free Trade Area). Iklim global seperti ini harus disikapi dengan
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bertahan dan bersaing
di tingkat global, bila tidak ingin digilas oleh globalisasi.
Di samping fenomena
globalisasi, pada akhir Abad XX atau memasuki Millenium ke-3 di dunia telah
terjadi perubahan besar-besaran di bidang demografi (kependudukan), yaitu makin
banyak kota-kota besar tedapat di belahan bumi sebelah selatan dibandingkan
dengan keadaan sebelumnya, yang lebih banyak terdapat di belahan bumi sebelah
utara. Perubahan itu juga terjadi pada struktur sosial dan ekonomi penghuni
kota, yaitu yang sebelumnya minoritas penduduk kota adalah golongan yang
berpendapatan rendah, kini menjadi mayoritas. Kalau sebelumnya penduduk kota
yang diam dan bekerja di sektor informal merupakan minoritas, sekarang menjadi
mayoritas.
Usaha informal terdapat di mana
saja di kota-kota besar di dunia, termasuk di dalamnya adalah Indonesia
terutama di Daerah Khusus Ibokota (DKI) Jakarta. Ternyata usaha ini tidak
mengalami gejolak akibat krisis ekonomi yang melanda usaha-usaha besar formal,
yang bahkan menyulitkan ekonomi dan keuangan negara. Usaha informal juga tidak
memerlukan bantuan pinjaman dari bank-bank dalam jumlah besar, dan bahkan
mereka tumbuh tanpa bantuan siapa pun. Dalam penyerapan tenaga kerja, mereka
ternyata cukup signifikan pula dapat memperkerjakan tenaga-tenaga yang semula
tenaga tidak trampil menjadi tenaga trampil. Ini berarti mereka sanggup
mengurangi angka pengangguran yang bila tidak ditangani secara sungguh-sungguh
akan berdampak sosial dan politik yang semakin luas.
Usaha informal yang notabene
secara mayoritas tergolong pada jenis usaha kecil memerlukan daya dukung yang
tinggi dan tingkat sustainability yang memadai. Tentunya upaya untuk
melakukan kedua hal itu sangat proporsional bila menempatkan perempuan sebagai
aktor utama dalam menjalankan jenis usaha ini. Karena sifatnya yang flexible,
replicable (mudah diproduksi), dan tingkat manajemen sederhana, sehingga
dapat dijadikan sebagai komoditas suplemen bagi peningkatan penghasilan
keluarga. Dalam hal ini perempuan bisa memainkan perannya secara maksimal dan
meningkatkan komuditas suplemen menjadi penghasilan utama dalam keluarga. Pada
gilirannya perempuan tidak dipandang sebelah mata lagi dalam perannya sebagai
stabilisator dan dinamisator perekonomian keluarga.
Upaya untuk memberdayakan (empowering)
kaum perempuan dalam percaturan ekonomi, terlebih melihat tantangan ke depan
membutuhkan daya saing yang tinggi, di Indonesia telah ditangkap dan direspon
melalui eksistensi lembaga Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Relevansi kehadiran lembaga PKK ini dengan tantangan perekonomian global yang
lebih menekankan pada dunia usaha informal, telah direduksi dan dikonstruksi
dalam bentuk kegiatan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K). Kegiatan
ini harus ditingkatkan, diberdayakan (empowerment), disinergikan dengan
kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara mikro, dan
dipertahankan keberadaannya. Pada gilirannya akan menjadi sebuah model
alternatif pengembangan ekonomi kerakyatan, karena secara institusional dan
manajerial lembaga PKK telah eksis dan menyebar di seluruh peloksok negeri.
II PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM UP2K-PKK
Dalam system pembangunan nasional tidak ada satu pun
peraturan atau kebijakan yang menghambat kaum perempuan di Indonesia untuk
berperan, baik secara politis, ekonomi maupun sector kehidupan lainnya. Bahkan
peran perempuan ini selalu dikedepankan dan menjadi perhatian utama dalam
kerangka pelaksanaan pembangunan. Hal ini tergambar dari formulasi pelaksanaan
program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Makanan Tambahan untuk Anak SD
(PMT-SD) yang memfokuskan perempuan sebagai aktor utamanya.[1] Urgensi penempatan peranan dan potensi
perempuan dalam proses pembangunan secara optimal akan dapat mempercepat tujuan
nasional. Tujuan nasional ini hanya dapat terwujud apabila laki-laki dan
perempuan melakukan perannya.
Oleh karena itu upaya pemberdayaan perempuan harus selalu
dikedepankan dan mendapatkan prioritas utama, sehingga eksistensi kaum
perempuan dalam semua dimensi kehidupan dapat sejajar dengan laki-laki. Dalam
hal ini tidak ada lagi gender bias (ketidakadilan jender) yang sampai
saat ini di Indonesia masih dirasakan oleh mayoritas kaum perempuan. Terjadinya
ketidakadilan jender secara holistic lebih disebabkan oleh adanya konstruksi atau rekayasa
sosial yang turun temurun, sehingga terinternalisasi dalam kehidupan
masyarakat, berupa suatu bentuk ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan.
Juga faktor religiusitas yang dipahami oleh sebagian besar pemeluknya untuk
lebih memberikan hak-hak istimewa (privilege) yang dinikmati kaum
laki-laki dalam kedudukan khususnya di dalam kehidupan bersama.
Ketidakadilan jender dalam kehidupan
mengambil bentuk-bentuknya yang spesifik, yaitu marjinalisasi, subordinasi,
stereotip, dan violence (kekerasan) terhadap kaum perempuan. Keberadaan
perempuan dalam struktur ekonomi selalu dikesampingkan (dimarjinalisasikan),
sehingga perempuan kehilangan sumber-sumber pebdapatannya. Begitu pula secara
struktural perempuan disubordinasi oleh kaum laki-laki, sehingga perempuan
harus selalu tunduk dan patuh terhadap struktur kekuasaan laki-laki. Hal ini
pada gilirannya dapat menjadikan distorsi bahkan pengendapan terhadap potensi
yang dimiliki oleh kaum perempuan. Pada akhirnya perempuan memiliki stereotif
sebagai makhluk yang lemah, tidak berdaya, tidak kreatif, dan hanya cocok untuk
pekerjaan-pekerjaan domestik un sich. Dengan demikian sering terjadi
bentuk-bentuk kekerasan (violence) yang dilakukan oleh laki-laki
terhadap perempuan.[2]
Fenomena ketidakadilan gender (gender bias) itu
sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan perempuan Indonesia secara umum.
Oleh karena itu upaya untuk melakukan penyadaran terhadap perempuan akan
pentingnya perspektif gender dalam semua dimensi kehidupan menjadi sebuah
keniscayaan. Dari perspektif ini kemudian akan melahirkan bentuk kesadaran baru
yakni pemberdayaan perempuan dalam proses pembangunan bangsa. Upaya
pemberdayaan perempuan ini pada hakekatnya merupakan peningkatan harkat dan
martabat kaum perempuan yang dalam kondisi saat ini tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap budaya, kemiskinan, dan keterbelakangan.
Pemberdayaan ini harus diikuti dengan memperkuat potensi, daya, dan karakter
yang dimiliki oleh kaum perempuan.
Dalam kontek pembangunan nasional, pemberdayaan perempuan
berarti upaya menumbuhkembangkan potensi dan peran perempuan dalam semua
dimensi kehidupan. Perempuan akan mengabil peran-peran penting dalam
kapasitasnya sebagai makhluk sosial, terutama dalam rangka peningkatan kualitas
pendapatan keluarga. Lembaga-lembaga local yang ada lebih tepat bila diperankan
secara langsung oleh kaum perempuan, baik yang bergerak dalam bidang sosial
maupun ekonomi. Sesungguhnya kultur perempuan yang ada pada sebagian masyarakat
Indoensia adalah bersifat guyub (komunal). Kuatanya daya komunalitas ini
tercermin dari masih eksisnya lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
kewanitaan, seperti PKK, Posyandu, benuk-bentuk arisan warga dan sejenisnya.
Kuatnya ikatan perempuan dalam pengurusan kelembagaan
menjadi salah satu asset strategis yang harus dikembangkan dan ditingkatkan,
sehingga dapat mengangkat peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat secara
nyata. Realitas semacam ini akan lebih baik bila dikembangkan ke arah penguatan
institusi di bidang perekonomian. Kegiatan institusi local di bidang ekonomi
bagi kaum perempuan, di samping mempererat ikatan-ikatan mondial dan sosial,
juga dapat meningkatkan produktivitas perempuan yang muaranya dapat menambah income
(pendapatan) keluarga. Pada akhirnya kegiatan-kegiatan seperti ini dapat
mempercepat pembangunan Nasional dan mengatasi krisis ekonomi yang dimulai dari
sisi kehidupan yang paling mikro, yakni keluarga.
Terkait dengan signifikansi peran perempuan dalam
pemberdayaan dan peningkatan pendapatan ekonomi keluarga, PKK mempunyai
prioritas program berupa Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K). UP2K ini
dapat dijadikan sebagai basis implementasi pemberdayaan perempuan di tingkat
praktis. Potensi, daya, dan karakter perempuan yang tidak kalah penting dan
bobotnya dengan laki-laki dapat menjadikan program UP2K-PKK sebuah program
unggulan dalam tataran program social safety net (jaring pengaman
social), sebagai salah satu upaya menolong masyarakat dari keterpurukan ekonomi
dengan jalan memberdayakan dan membangun masyarakat menjadi individu atau
keluarga yang mandiri.[3]
Pada
tataran ini, maka dapat diformulasikan bahwa program UP2K-PKK sebagai basis
pemberdayaan perempuan merupakan upaya untuk memecahkan belenggu sosial budaya
berupa konstruksi sosial yang telah menginternal pada perempuan, yaitu dengan
cara langsung memberi peran ekonomi kepada kaum perempuan terutama pada lapisan
masyarakat yang tidak mampu. Dengan demikian program UP2K-PKK akan menjadi
sebuah suprastruktur yang efektif bagi kaum perempuan untuk memainkan peran dan
membuktikan kualitas, kapasitas, dan kapabelitasnya 6+sebagai orang yang dapat
berkiprah pada sector ekonomi khususnya dan sector-sektor kehidupan lain pada
umumnya. Banyak hasil studi yang menunjukan bahwa investasi SDM perempuan
menghasilkan returns yang lebih tinggi melalui peningkatan
produktivitasnya.[4]
III ERA GLOBALISASI DAN PENGEMBANGAN UP2K-PKK
Zaman neoteknologi dari masa ke masa terutama pada
masyarakat modern sekarang ini mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Terutama setelah ditemukannya teknologi komunikasi yang semakin canggih.
Teknologi komunikasi dengan bantuan satelit dan komputer telah melahirkan era
globalisasi. Era globalisasi yaitu suatu era (masa) di mana Dunia relatif
semakin sempit karena komunikasi antar negara semakin cepat, juga menjadi
semakin kompleks karena kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang
amat pesat dan berpengaruh dalam seluruh proses kehidupan manusia.[5]
Fenomena globalisasi ini pada Millenium ke-3 telah mampu
merasuk pada semua dimensi kehidupan di berbagai belahan Dunia, terutama dalam
bidang ekonomi dengan stressing point-nya pada permasalahan liberalisasi
ekonomi atau free trade (perdagangan bebas). Satu tahun ke depan di
tingkat regional kita akan dihadapkan dengan Asean Fee Trade Area (AFTA),
sehingga membutuhkan antisipasi yang lebih kritis terhadap dampak yang akan
ditimbulkannya.
Pada masa kini perkembangan lingkungan strategis
cenderung multikompleks dan interdependensi (saling ketergantungan). Tidak ada
satu kawasan atau negara pun yang dapat melakukan kegiatan ekonominya secara
sendiri, tanpa mempunyai ketergantungan investasi, factor produksi, dan pasar
dari kawasan/negara lainnya. Bergulirnya liberalisasi perdagangan semacam ini
akan membawa peluang dan tantangan bagi produk-produk barang dan jasa
Indonesia. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh keberadaan usaha kecil dalam
bentuk usaha informal –termasuk di dalamnya UP2K-PKK--, untuk
meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinyutas produknya, sehingga dapat
bersaing dengan produk-produk dari luar. Sebab kunci dari globalisasi adalah
sebuah persaingan (competitiveness) secara bebas dan dapat memuaskan
konsumen.[6]
Dalam kondisi percaturan global seperti ini dan badai
krisis ekonomi yang belum berakhir menerpa bangsa Indoensia, maka peran
UP2K-PKK yang tergolong pada usaha kecil sangat diharapkan eksistensinya. Hal
ini disebabkan model UP2K-PKK akan mampu bertahan terhadap krisis ekonomi dan
situasi liberalisasi perdagangan atau percaturan perekonomian global daripada
perusahaan-perusahaan besar dan menengah, karena tidak tergantung pada pasar
formal dan dana pinjaman yang sangat besar. Di samping itu, UP2K-PKK cenderung
menghasilkan kebutuhan pokok (necessities) dan bukan barang mewah (luxuries).[7] Produk UP2K-PKK dapat dikonsumsi oleh
semua kalangan masyarakat, sehingga tingkat perputaran modalnya akan sangat
cepat yang sudah barang tentu akan mempercepat juga poses produksinya.
Oleh karena itu upaya pengembangan UP2K-PKK dalam era
globalisasi harus ditekankan pada tiga hal. Pertama, mempertahankan dan
meningkatkan kualitas produk. Produk yang dihasilkan harus benar-benar baik
secara kualitatif dan dapat dibuktikan tingkat kualitatifnya. Karena pada era
liberalisasi perdagangan ini, konsumen menuntut ketahanan kualitas sebuah
produk yang diinginkannya, sebab semakin banyaknya alternatif yang dapat
diperoleh oleh konsumen. Kedua, memacu kuantitas produk yang dihasilkan.
Dalam hal ini tingkat produktivitas yang dipicu oleh factor efesiensi dan
efektifitas harus dikedepankan. Dengan kunatitas hasil produksi yang tinggi,
sangat dimungkinkan dapat mempengaruhi milieu pasar yang cenderung
menginginkan banyak alternatif. Ketiga, menjaga kontinyuitas produk yang
akan memantapkan kepercayaan pasar terhadap produk-produk yang dihasilkan.
Kontinyuitas ini akan memberikan sebuah labelisasi terhadap UP2K sebagai salah
satu jenis usaha yang mampu memberikan pelayanan (service) terhadap
konsumen (customer) yang bersifat simultan.
Faktor penentu di era globalisasi dan liberalisasi
perdagangan di samping kualitas daya saing, juga pemberian layanan yang baik (good
service) terhadap konsumen. Dengan kemampuan meberikan pelayanan yang baik,
maka secara tidak langsung merupakan asset advertising bagi para
konsumen. Salah satu bentuk pelayanan yang baik itu dapat diwujudkan dengan
ketahanan kontinyuitas produk UP2K-PKK. Maka mendorong UP2K-PKK untuk tetap survive
dalam lini kegiatan ekonomi kerakyatan harus menjadi perhatian utama (primary
attention) pihak pemerintah dan mendapatkan stimulan dari masyarakat
sebagai pelaku utamanya.
IV STRATEGI PENGEMBANGAN DAN MODEL KEGIATAN UP2K-PKK
Perhatian pemerintah terhadap peningkatan kegiatan usaha
kecil secara substansial sangat besar yakni dengan dikeluarkannya Inpres No.5
tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan dan Inpres No.3 tahun
1996 tentang Pembangunan Keluarga Sejahtera[8]. Akan tetapi pada dataran praktis
keberpihakan pemerintah cenderung terhadap usaha besar dan menengah. Walaupun
demikian eksistensi usaha kecil masih tetap bertahan dan bahkan mengalami
perkembangan terutama di sector informal, karena memiliki daya tahan dan
kemampuan untuk menyesuaikan diri secara luwes terhadap perubahan lingkungan
perekonomian dan kebijakan.[9]
Usaha kecil ini sering juga disebut sebagai kegiatan
ekonomi kerakyatan, yang oleh Revrisond Baswir dimaknai sebagai suatu
situasi perekonomian di mana berbagai kegiatan ekonomi diselenggarakan dengan
melibatkan partisipasi semua anggota masyarkat, sementara penyelenggaraan
kegiatan ekonomi itu pun berada di bawah pengendalian dan pengawasan anggota-anggota
masyarakat.[10] Oleh karena itu, dalam upaya
meningkatkan taraf hidup dan mengembangankan potensi rakyat, maka dibutuhkan
pendekatan pembangunan yang berorientasi kerakyatan. Obsesi pemunculan gagasan
pembangunan berorientasi kerakyatan adalah berupaya menggali potensi yang
dimilikinya untuk dikembangkan, sehingga secara produktif dapat meningkatkan
kualitas hidupnnya.
Mengingat urgensinya ekonomi kerakyatan (usaha kecil)
dalam bingkai system perekonomian Nasional, maka dalam GBHN secara eksplisit
disebutkan bahwa ekonomi kerakyatan sebagai salah satu pemain ekonomi akan
menerima keuntungan yang sangat berarti.[11] Dengan demikian dalam rangka pembangunan
yang berorientasi kerakyatan dan lebieh spesifik lagi mengembangkan usaha
kecil, perlu menggali kekuatan-kekuatan yang ada di masyarakat serta mencermati
kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat ditemukan sebuah grand strategy yang
dapat digunakan untuk menopang pengembangannya. Usaha kecil dimaksud, akan
lebih efektif lagi bila lebih spesifik diarahkan pada program UP2K-PKK yang
telah eksis baik secara institusional maupun manajerial.
4.1. Strategi Pengembangan UP2K-PKK
Untuk menjadikan UP2K-PKK sebagai program
pengembangan usaha kecil yang memiliki keunggulan dan kekuatan dalam menghadapi
liberalisasi perdagangan dan krisis ekonomi, paling tidak dibutuhkan 5 (lima)
langkah startegi yang harus dijalankan. Kelima strategi dimaksud adalah sebagai
berikut :
4.1.1. Peningkatan Kemandirian UP2K-PKK Melalui Pendampingan
UP2K-PKK sebagai lembaga local yang dimiliki oleh
masyarakat setempat harus mampu mandiri dengan asas keswadayaan. Dalam hal ini
seluruh komponen masyarakat sebagai anggota UP2K-PKK terlibat secara aktif
dalam semua kegiatan yang diselenggarakan. Keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan akan menimbulkan sense of belonging dan sense of
responsibility yang tinggi terhadap keberlangsungan kelembagaan. Namun
demikian mengingat multikompleksnya permasalahan yang ada di tengah masyarakat
dan pada dataran konsepsi manajerial kelembagaan masih lemah, maka dibutuhkan
pendampingan terhadap institusi ini.
Sebagai langkah antisipatif dalam pelaksanaan program
UP2K-PKK yang tergolong pada jenis kegiatan social safety net yang oleh
pemerintah tengah digulirkan dan didukung pelaksanaannya, maka dalam hal ini
pemerintah mempunyai kewajiban untuk memperhatikannya dalam sisi pembinaan
institusi/kelembagaan, sehingga didaptkan pola yang tepat untuk pemberdayaan
dan penguatan (empowering) lembaga UP2K-PKK melalui proses pendampingan.
Pendamping mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu sebagai motivator,
fasilitator, dan komunikator.
Pertama sebagai motivator, pendamping menumbuhkan motivasi para anggota untuk
mendukung pelaksanaan kegiatan kelompok. Pendamping berperan aktif bersama
anggota untuk menggali motivasi akan pentingnya membentuk kelompok untuk
bersama-sama mengatasi persoalan kehidupan terutama masalah-masalah ekonomi.
Kedua sebagai fasilitator, pendamping memfasilitasi anggota kelompok agar memiliki
keterampilan yang dipandang perlu untuk pengembangan kelompok. Di sini
pendamping membantu penyusunan system adminstrasi dan manajerial kelompok dan
kelembagaan PKK dengan simple administration system, juga dapat
menghubungi lembaga yang kompeten untuk memberikan wawasan bagi peningkatan
keterampilan teknis berusaha.
Ketiga sebagai komunikator, pendamping mencari informasi tentang jenis usaha apa
yang dipandang memiliki prospek yang baik di masa kini dan akan datang.
Selanjutnya pendamping mengusahakan net working dengan lembaga-lembaga
perekonomian maupun pemerintah yang dapat membantu keperlangsungan program
UP2K-PKK.
4.1.2. Memantapkan kelembagaan UP2K-PKK
Strategi ini ditujukan untuk mewujudkan kelembagaan
UP2K-PKK sebagai lembaga yang direncanakan secara partisipatif dan mampu untuk
eksis secara sustainability. Bentuk pemantapan kelembagaan ini mengambil
coraknya yang sangat sederhana dengan meliputi pemenuhan asas kelembagaan dan
pengembangan program-program ke depan. Untuk melakukan kedua hal tersebut
diperlukan langkah-langkah berikut;
· Penyiapan pedoman kelambagaan UP2K-PKK yang akan
dijadikan acuan untuk pelaksanaan program dan koridor keanggotaan UP2K-PKK,
sehingga keberadaannya menjadi lebih jelas dan dapat dijadikan acuan untuk
melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang meiliki concern terhadap
pemberdayaan ekonomi kerakyatan atau peningkatan usaha kecil.
· Mengembangkan pola pembinaan kelembagaan melalui
identifikasi potensi yang ada di masyarakat, peluang dan tantangan bagi program
UP2K-PKK, merumuskan program pembinaan bagi anggota UP2K-PKK, dan mengadakan
temu anggota yang teratur dan berkesinambungan sebagai media tukar informasi di
anatar anggota.
· Evaluasi rutin terhadap pelaksanaan program UP2K-PKK yang
diadakan oleh pengurus, sehingga didapatkan alternatif pemecahan masalah (problem
solving alternative) yang dialami oleh anggota di tingkat pelaksanaan
program.
4.1.3 Meningkatkan SDM
Keberhasilan dan kegagalan pengembangan usaha
kecil ini pun ditentukan oleh tingkat SDM yang mengelola jenis kegiatan
tertentu. Pilihan peningkatan SDM bagi pengembangan UP2K-PKK merupakan
alternatif yang baik untuk dikedepankan, sehingga program yang dijalankan
benar-benar dapat dikelola dengan baik dan mencapai sasaran yang diinginkan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan SDM pengelola UP2K-PKK adalah sebagai
berikut:
· Melalui pelatihan peningkatan skill atau keterampilan
secara khusus dan paraktis, sehingga dapat diterima dan dilaksanakan oleh
pengelola UP2K-PKK untuk mengembangkan jenis usaha yang digelutinya.
· Pengembangan lembaga incubator atau magang pada
lembaga sejenis yang telah berhasil melakukan pengembangan usahanya, untuk
mendapatkan gambaran tentang pola penanganan usaha yang baik.
· Melakukan studi banding pada lembaga sejenis untuk
mendapatkan gambaran sisi positif tentang keberhasilan pengembangan usaha, dan
sisi negatif tentang keterpurukan atau kebangkrutan yang dialami oleh pengelola
lembaga itu.
4.1.4. Meningkatkan Permodalan
Permodalan atau investasi merupakan kunci utama (primary
key) dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan program UP2K-PKK.
UP2K-PKK yang tergolong pada usaha kecil atau eknomi kerakyatan syarat dengan
kebutuhan akan suntikan modal yang sesuai dengan jenis usahanya. Kurangnya
investasi dalam pengembangan program UP2K-PKK akan mengakibatkan terjepitnya
posisi usaha ini, terlebih dihadapkan pada era liberalisasi perdagangan yang
gerbangnya sudah di depan mata. Dalam hal ini pemerintah harus melakukan
redistribusi asset negara secara poporsional terutama untuk meningkatkan
kemandirian ekonomi kerakyatan.[12]
Dengan kata lain, keberpihakan pemerintah terhadap
pengembangan usaha kecil semacam UP2K-PKK harus direlalisasikan dalam benuk
yang lebih riil. Upaya untuk mendapatkan permodalan atau investasi dapat
dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya adalah; Pertama,
menyediakan dan menyebarkan informasi tentang potensi, peluang usaha, kelayakan
usaha, dan lain-lain yang dapat merangsang minat si pemilik modal (investor)
untuk memberikan atau menanamkan modalnya pada program UP2K-PKK. Kedua,
adanya dukungan yang penuh dari pemerintah dalam bentuk penyaluran kredit (modal)
bagi usaha kecil seperi program UP2K-PKK, dengan cara yang sederhana dan
memudahkan untuk pengurusannya, dan ketiga, melakukan sosialisasi dan
diseminasi terhadap pelaku bisnis tentang permodalan yang dijalankan dalam
pelaksanaan program UP2K-PKK.
4.1.5. Kemitraan Usaha
Kemitraan usaha ini sesungguhnya telah dicanangkan oleh
pemerintah sejak pelaksanaan Pelita III, yang dipandang sebagai salah satu
strategi untuk mengangkat dan mengembangkan perekonomian rakyat. Pola kemitraan
usaha ini diharapkan dapatnya terjadi sinergi antara perusahaan besar atau BUMN
dengan usaha kecil, yang substansi kerjasamanya adalah saling menguntungkan
kedua belah pihak.[13] Pada kemitraan usaha ini tidak
dibenarkan adanya eksploitasi atau hegemoni ekonomi dari perusahaan besar
terhadap jenis usaha kecil, yang ada adalah pola win-win solution antara
pihak yang melakukan kemitraan. Di sini harus ditumbuhkan rasa kesadaran bahwa
kedua belah pihak yang bermitra mempunyai kesejajaran dan derajat yang sama,
serta memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat ditutupi melalui saling mengisi
terhadap kelemahan masing-masing.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemitraan usaha
merupakan salah satu bentuk upaya peningkatan peran usaha kecil semacam UP2K-PKK
untuk dapat bertahan dan mengembangkan usahanya dalam iklim percaturan
perekonomian Nasional dan tantangan liberalisasi perdagangan dunia. Strategi
ini dalam tataran praktis akan memiliki makna yang cukup substansial, yakni
menculnya tanggung jawab moral dari perusahaan besar untuk membimbing dan
membina UP2K-PKK sebagai mitra usahanya. Pola kemitraan usaha ini pada akhirnya
dapat mengembangkan UP2K-PKK untuk meningkatkan produktivitas, efesiensi dan
efektifitas, jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas, serta memperkecil
risiko karena adanya risk sharing.
4.2. Model Kegiatan UP2K-PKK
Untuk menurunkan strategi pengembangan UP2K-PKK ke dalam
bentuk operasional, agar dapat membumi, maka perlu dikembangkan
model-model kegiatan yang applicable dan simple. Untuk
menciptakan model kegiatan tersebut, harus memperhatikan kondisi lingkungan
setempat –dalam hal ini lingkungan makro Dareah Khusus Ibukota (DKI Jakarta—
sebagai standar dalam penentuan program UP2K-PKK. Mengesampingkan kondisi
lingkungan strategis yang melingkupi pusat pelaksanaan UP2K-PKK dalam hal
penyusunan program riil, berarti membuat program utopis tanpa mempunyai dasar
pijak yang jelas. Karena lingkungan merupakan tempat muaranya kegiatan
kehidupan manusia yang dapat menentukan pilihan-pilihannya tersendiri, sesuai
dengan kebutuhan yang ada di tingkat masyarakatnya.
Berpijak dari urgensi lingkungan terhadap pengembangan
dan peningkatan program UP2K-PKK, paling tidak ada 5 (lima) model-model
kegiatan yang cocok dilaksanakan di DKI Jakarta. Kelima model kegiatan itu
dapat dilihat dalam table berikut:
Tabel
Model
Kegiatan UP2K-PKK
MODEL KEGIATAN
|
TUJUAN
|
METODE PENDEKATAN
|
JENIS KEGIATAN
|
Pengembangan
Home Industri
|
Meningkatkan
usaha kecil secara langsung di tingkat mikro, serta merangsang kaum perempuan
dalam proses pelaksanaan program UP2K-PKK
|
· Bimbingan/pelatihan
praktis
· Demo-plot di lapangan
· Studi banding
· Membuat net working
utk pemasaran produk
|
· Pembuatan kue-kue dan
minuman
· Penyediaan parsel
· Jahit menjahit
· Pengadaan catering
|
Usaha
di bidang kerajinan
|
Mengoptimalkan
potensi masyarakat dalam hal SDM dan ketersediaan bahan baku di lingkungan
setempat.
|
· Bimbingan/pelatihan
praktis
· Demo-plot di lapangan
· Studi banding
· Membuat net working
utk pemasaran produk
· Pengembangan model,
melalui pengkajian di tingkat lapangan
|
· Kerajinan kayu
· Pembuatan jok mobil
atau kursi meubeler.
· Pembuatan kemoceng
plastik dan sejenisnya
· Pembuatan pot tanaman
|
Usaha
di bidang jasa
|
Memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk berusaha di bidang jasa yang dapat
dilakukan secara tekun dan simultan
|
· Bimbingan/pelatihan
praktis
· Demo-plot di lapangan
· Studi banding
· Magang di tempat yang
sudah mapan
· Membuat net working
utk pemasaran produk
|
· Salon kecantikan
· Penyediaan alat-alat
pesta
· Jasa boga
· Kursus mengemudi dan
pengadaan SIM
· Kursus komputer dan
bahasa, serta bimbingan belajar.
· Dagang atau pembuatan
warung yang memberi layanan kebutuhan sehari-hari
· Penyediaan Wartel
|
Usaha
di bidang budidaya
|
Mengembangkan
dan meningkatkan potensi budi-daya di masyarakat DKI Jakarta, sehingga
menghasilkan produktivitas tinggi untuk peningkatan ekonomi keluarga.
|
· Bimbingan/pelatihan
praktis
· Demo-plot di lapangan
· Studi banding
· Magang di tempat yang
sudah mapan
· Membuat net working
utk pemasaran produk
|
· Budidaya ikan hias
· Budidaya kerang laut
· Pembuatan ikan asin
· Budidaya tanaman
· Pengolahan limbah
industri
|
Usaha
di bidang simpan-pinjam (perkreditan)
|
Menjadikan
UP2K-PKK sebagai lembaga yang ber-gerk di bidang keuangan, yang diharapkan
dapat menumbuhkan sikap hidup hemat dan membantu permodalan pada usaha kecil.
|
· Bimbingan/pelatihan di
bidang administrasi dan manajemen
· Studi banding
· Magang di tempat yang
sudah mapan
· Penguatan kelembagaan
· Pembentukan
kelompok-kelompok usaha
|
· Membuat lembaga Unit
Pengelola Keuangan (UPK) yang bertugas untuk memberikan kredit bagi
pengembangan usaha kecil di berbagai bidang
· Membuat lembaga
perkoperasian
· Pembentukan Waserda
sebagai pusat grosir untuk mendukung warung sekitar.
· Menggalakan kegiatan
arisan di tingkat komunitas.
|
V. PROSPEK KEGITAN UP2K-PKK DI DKI JAKARTA
Program UP2K-PKK memiliki lingkup dan jenis usaha untuk
pemenuhan kebutuhan mayoritas warga masyarakat terutama warga DKI Jakarta,
sudah barang tentu mempunyai nilai positif untuk dikembangkan. UP2K-PKK
tergolong pada jenis usaha kecil atau ekonomi kerakyatan yang memiliki
ciri-ciri pokok bersifat tradisional, skala usaha kecil, dan pemenuhan
kebutuhan pokok (necessities).
Model usaha seperti ini akan mampu bertahan dan merupakan
sebuah potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan ekonomi global,
karena di samping secara kuantitas merupakan kegiatan usaha mayoritas
masyarakat[14] juga secara riil dapat memberikan
konstribusi positif terhadap negara, seperti Asosiasi Pengusaha Wartel
Indonesia (APWI) –yang tergolong jenis usaha kecil-- bisa menyumbangkan
pajak sebesar 700 milyar rupiah pertahun.[15] Di samping itu model program UP2K-PKK
tidak tergantung (independen) pada arus modal besar dan dapat dengan
mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan strategis yang mengelilinginya.
Terlebih bila di lihat dari kondisi universal kehidupan
Kota Jakarta yang memiliki potensi besar untuk dapat mengembangkan semua jenis
usaha. Dari mulai jenis usaha rendah seperti pengumpul barang-barang bekas
sampai jenis usaha yang tergolong berat yang hanya orang-orang tertentu saja
dapat mengerjakannya, bahkan usaha di bidang jasa pun mendapat porsi yang
signifikan untuk dikembangkan. Keadaan semacam ini yang dapat mendorong program
UP2K-PKK menjadi kondusif, sehingga bisa berkembang, meningkat, dan pada
akhirnya memiliki daya saing untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan
kontinyuitas.
Oleh karena itu prospek pengembangan program UP2K-PKK ke
depan di Ibukota Jakarta dan kota-kota lainnya sangat cerah dan memberikan
harapan untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Dengan demikian, program
UP2K-PKK harus sedini mungkin disosialisasikan baik secara vertical maupun
horizontal agar dapat dipahami dan diapresiasi dengan baik, sehingga UP2K-PKK
mendapat perhatian secara proporsional dari berbagai pihak yang mempunyai concern
terhadap pengembangan usaha kecil. Terlebih pada program UP2K-PKK pelibatan
kaum perempuan diprioritaskan, sehingga akan dapat memberikan warna tersendiri
dalam pengembangan ekonomi kerakyatan yang saat ini oleh pemerintah diberikan
perhatian utama.
VI. PENUTUP
Upaya pemberdayaan dan peningkatan usaha kecil atau
sector ekonomi kerakyatan melalui pendekatan program UP2K-PKK merupakan salah
satu alternatif strategis untuk menopang perekonomian Nasional. Terlebih dalam program
ini muatan peran perempuan sangat signifikan yang selama ini mayoritasnya
termarjinalisasi dalam sector kehidupan sosial dan ekonomi. Sinergitas kaum
perempuan dalam sector sosial dan ekonomi, pada akhirnya akan mampu menciptakan
dinamisasi dan iklim kondusif dalam kerangka pemberdayaan usaha kecil.
Melihat tantangan ke depan terutama adanya liberalisasi
perdagangan, maka diperlukan strategi dan model kegiatan UP2K-PKK yang tepat
agar program ini dapat membumi. Strategi dimaksud meliputi 5 (lima) langkah
pokok, yaitu peningkatan kemandirian melalui pendampingan, memantapkan
kelembagaan, meningkatkan SDM, meningkatkan permodalan, dan kemitraan usaha.
Strategi pengembangan UP2K-PKK ini tentunya harus ditopang oleh model kegiatan
yang tepat untuk dilaksanakan. Hal ini tentunya harus mempertimbangkan factor
kondisi lingkungan kehidupan secara universal Ibukota Jakarta, agar program
yang dilaksanakan dapat dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Namun demikian
program UP2K-PKK yang akan dilaksanakan paling tidak harus mengacu pada dua
karakteristik utama, yaitu berskala usaha kecil dan bersifat pemenuhan
kebutuhan pokok (necessities) masyarakat atau lingkungan setempat.
Melihat kegiatan sector informal di lingkungan Ibukota
Jakarta yang sangat kompleks dan bersifat multidimensional, maka prospek
pengembangan program UP2K-PKK di Ibukota Jakarta sangat cerah dan memungkinkan
diangkat menjadi komoditas unggulan di sector ekonomi perkotaan. Oleh karena
itu, selogyanya pemerintah memperhatikan dan mengapresiasi program UP2K-PKK ini
dengan memberikan stimulan dan mengayominya. Juga di sisi lain warga masyarakat
memberikan dukungan penuh berupa partisipasi aktif untuk pengembangan program
ini ke depan.Tentunya hal ini dapat dicapai bila diadakan sosialisasi tentang program
UP2K-PKK baik pada dataran vertical maupun horizontal, sehingga semua steckholder
yang terkait dengan program ini dapat mengetahuinya dengan jelas dan
tarnsparan.
DAFTAR ISI
Ginandjar Kartasasmita, “Pembangunan Untuk Rakyat
Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan”, Jakarta : Pustaka Cidesindo, 1996
H.A.R. Tilaar, “Pengembangan
Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi”, Jakarta: Gramedia, 1997
Yulfira Raharjo dan Ingrid
Kolb-Hindarmanto, ”Social Safety Net Pengembangan, Konsep, dan Aplikasinya,
Jakarta : Sabena Utama, 1998
Marwah Daud Ibrahim, “Teknologi Emansipasi dan
Transendensi”, Bandung : Mizan, 1995
Fuad Amsyari, “Islam Kaafah, Tantangan Sosial dan
Aplikasinya di Indonesia”, Surabaya : Bina Ilmu, 1995
Mohammad Jafar Hafsah, “Kemitraan
Usaha Konsepsi dan Strategi”, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999
Chris Maning dan Peter Van
Diermen (ed.), “Indonesia di Tengah Transisi Aspek-Aspek Sosial Reformasi
dan Krisis”, Yogyakarta: LkiS, 2000
Ferry D Latief, “Strategi
Pengembangan Kelembagaan Kelompok Usaha Kecil-Mikro”, Makalah pada acara
Lokakarya Regional Pengembangan Usaha Kecil-Mikro dalam P2KP, Bandung :
KMP P2KP Regional Jawa Barat – DKI, 4 Juli 2001
[1] Dalam buku “Pembangunan Untuk Rakyat”, disebutkan
bahwa peran wanita yang berwawasan jender dalam peningkatan penanggulangan
kemiskinan adalah pelibatan secara maksimal peran aktif kaum wanita dalam upaya
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dalam rangka mempercepat pemerataan pembangunandan
hasil-hasilnya, tanpa harus meninggalkan peran kodrati kewanitaannya, serta
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Ginandjar Kartasasmita,
“Pembangunan Untuk Rakyat Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan”, Jakarta
: Pustaka Cidesindo, 1996, h. 209
[2] H.A.R. Tilaar, “Pengembangan Sumber Daya Manusia
dalam Era Globalisasi”, Jakarta : Gramedia, 1997, h. 214 - 217
[3] Yulfira Raharjo dan Ingrid Kolb-Hindarmanto, ”Social
Safety Net Pengembangan, Konsep, dan Aplikasinya, Jakarta : Sabena Utama,
1998, h. 6
[5] Marwah Daud Ibrahim, “Teknologi Emansipasi dan
Transendensi”, Bandung : Mizan, 1995, h.28 dan 78. Juga dapat dilihat pada
Fuad Amsyari, “Islam Kaafah, Tantangan Sosial dan Aplikasinya di Indonesia”,
Surabaya : Bina Ilmu, 1995, h. 231
[6] Mohammad Jafar Hafsah, “Kemitraan Usaha Konsepsi dan
Strategi”, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999Kemitraan Usaha, h. 156-159
[7] Chris Maning dan Peter Van Diermen (ed.), “Indonesia
di Tengah Transisi Aspek-Aspek Sosial Reformasi dan Krisis”, Yogyakarta:
LkiS, 2000, h. 229
[11] Dalam GBHN alenia pertama bidang ekonomi disebutkan, “mengembangkan
system ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan,
dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi,
nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan
berwawasan lingkungan, dan keberlanjutan, sehingga terjamin kesempatan yang
sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen serta perlakuan
yang adil bagi seluruh masyarakat”. Ferry D Latief, “Strategi
Pengembangan Kelembagaan Kelompok Usaha Kecil-Mikro”, Makalah pada acara
Lokakarya Regional Pengembangan Usaha Kecil-Mikro dalam P2KP, Bandung :
KMP P2KP Regional Jawa Barat – DKI, 4 Juli 2001, 2.
[14] Dalam buku “Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strateg”i
dijelaskan bahwa jumlah usaha kecil dan koperasi di Indonesia diperkirakan
lebih dari 38 juta pengusaha atau 99,8%. Mohammad Jafar Hafsah, Ibid., h.
36. Ini merupakan jumlah yang sangat fantastis dan sangat perlu mendapat
dukungan atau perhatian prioritas dari pemerintah, ketimbang hanya memikirkan
segelintir perusahaan --dalam hal ini salah satunya adalah perbankan-- yang
hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu saja.
http://sonhaji-online.blogspot.com/2009/02/pemberdayaan-perempuan-dalam.html
Advertisement
Loading...