BAB I
Pendahuluan
1. Psikologi Pendidikan
Pendidikan adalah segala
perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode
dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Dari
berbagai pengertian-definisi tersebut di atas dapat kita kita simpulkan bahwa
pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia
untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan
bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar
mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki,
melanjutkan mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.
Psikologi
pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan
yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10).
Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi
pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa
ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi
pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan
memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena
konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang
senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan
ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai
bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan
kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya
tindakan-tindakan belajar secara efektif.
2.
Ringkasan
Artikel
A. Psikologi
Pendidikan
Mendorong Tindakan-tindakan Belajar
Demikian juga, subjek didik
sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi
informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak
informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang
mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan
sebagai individu terdidik.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator,
inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu
memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek
didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing
faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
a. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor
material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor
kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan
bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu,
penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran
dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material
pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
b. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan
masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
B. Guru mengajar dan Psikologi Pendidikan
1.
Pengertian Guru
Hugget (1985) mencatat sejumlah besar politisi Amerika
Serikat yang mengutuk para guru kurang profesional, sedangkan orang tua juga
telah menuding mereka tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan
industrialis pun memprotes para guru karena hasil didikan mereka dianggap tidak
bermanfaat. Sudah tentu tuduhan dan protes dari berbagai kalangan itu telah
memerosotkan harkat para guru.
2.
Ciri-ciri Guru yang Baik
a. Karakteristik Kepribadian
Guru.
Dalam arti sederhana, kepribadian berarti
sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang
membedakan dirinya dari yang lain. McLeod (1989) mengartikan kepribadian
sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang.
b. Kompetensi
Profesionalisme Guru
Guru yang profesional
adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi sebagai
sumber kehidupan.
Guru diharapkan mampu mengubah pilihan kebiasaan belajar
3. Kompetensi Kognitif Guru
siswa sebagai alat penangkal bahaya katidaknaikan atau
ketidaklulusan saja. Dengan kata lain, siswa tersebut belajar hanya ingin
mencapai cita-cita asal lulus semata (pass-only aspiration)
4. Kompetensi Afektif Guru
Kompetensi ranah afektif
guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar untuk
diidentifikasikan. Kompetensi ranah ini sebenarnya meliputi seluruh fenomena
perasaan dan emosi seperti: cinta, benci, senang, sedih dan sikap-sikap
tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain.
5. Kompetensi Psikomotor
Guru
Kompetensi psikomotor
guru meliputi segala ketrampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang
pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Secara garis besar,
kompetensi ranah karsa guru
C.
Psikologi Pendidikan Dan Guru
Secara etimologis, psikologi
berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau
ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa
atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu
syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita
mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang
jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa
diamati secara langsung.
Psikologi terbagi ke
dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku
pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi
khusus, diantaranya:
·
Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku
individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai
dengan akhir hayat.
·
Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku
individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
·
Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu
untuk keperluan penyembuhan (klinis)
·
Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku
individu yang tergolong abnormal.
·
Psikologi Industri; mengkaji perilaku
individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
·
Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku
individu dalam situasi pendidikan
BAB II
Pembahasan
1. Komentar dari Artikel
A.
Artikel
Pertama
Psikologi
Pendidikan
Pada
artikel ini membahas tentang factor yang mempengaruhi proses dah hasil belajar
pada siswa yang dipandang dari factor fisiologis dan psikologis.
a.
Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis
ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor
instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran
turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek
didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian
material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan
gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat
lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang
meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian.
Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada
sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang
lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk
pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil
belajar yang optimal.
Yang tak kalah
pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang
tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan
sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya,
pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini
seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik
sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan
indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan
memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
b.
Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya
tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar,
merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir
saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan,
pikiran dan motif.
Ø
Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa
subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik
hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang
menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat
dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti
menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik,
menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan
kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat
memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan
dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari
dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan
untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan
lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian
spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada
perhatian yang disengaja.
Ø
Pengamatan
Pengamatan adalah cara
pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan,
pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh
dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting
artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan
pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan
modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara
unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam
proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya
dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh
subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Ø
Ingatan
Secara teoritis, ada 3
aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima
kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena
fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan
untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Dalam konteks
pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai
dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada
subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang
mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik,
terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan
lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci
nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan
adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama
kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi
pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan
belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan
akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang
relatif lama.
Untuk mencapai proporsi
yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik
harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu
lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa
sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali
material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat
dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi,
yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari,
tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah
dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu
subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek
didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material
pembelajaran yang telah diberikan.
Ø
Berfikir
Definisi yang paling
umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam
Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan
konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian
informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa
pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada
dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1)
pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan
kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah
sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya
memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang
perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini,
dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk
memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran
akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya,
para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian
atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya
mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
Ø
Motif
Motif adalah keadaan
dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian
hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam
ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di
dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang
subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang
sesuatu.
Dalam konteks belajar,
motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi
dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik
perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa
dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun
kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang
atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor
suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa
juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan
grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik
dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya
dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek
didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di
bawah prestasi orang lain.
B.
Artikel
Kedua
Guru Mengajar Dan Psikologi
Pendidikan
Pada artikel ini lebih
mengkhusus pada pembahasan tentang kompetensi Guru yang ditinjau dari
karakteristiknya.
1.
Ciri-ciri Guru yang Baik
a.
Karakteristik Kepribadian
Guru.
Dalam arti sederhana, kepribadian berarti
sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang
membedakan dirinya dari yang lain. McLeod (1989) mengartikan kepribadian
sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang.
Kepribadian adalah faktor yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya
manusia. Mengapa demikian? Karena, disamping ia berperan sebagai
pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai anutan.
b.
Fleksibilitas
Kognitif Guru
Fleksibilitas kognitif (
keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berfikir yang diikuti dengan
tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Kebalikannya
adalah kekakuan ranah cipta yang ditandai dengan kekurangmampuan berfikir dan
bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Guru yang fleksibel pada
umumnya ditandai dengan keterbukaan berfikir dan beradaptasi. Selain itu, dia
juga miliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang
prematur (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan
mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu
berfikir kritis.
c.
Keterbukaan Psikologi
Pribadi Guru
Keterbukaan Psikologis
merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan kewenangan melaksanakan
tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru.
Guru yang terbuka secara
psikologis biasanya ditandai dengan kesediannya yang relatif tinggi untuk
mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman
sejawat, dan lingkungan tempatnya bekerja. Ia mau manerima kritik dengan
ikhlas. D isamping itu ia juga memiliki empati, yakni respon afektif terhadap
pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain (Reber, 1988).
Keterbukaan psikologis
sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai anutan siswa. Selain sisi
positif sebagai mana tersebut di atas, ada pula signifikansi lain yang
terkandung dalam keterbukaan psikologis guru seperti di bawah ini.
Pertama, keterbukaan
psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru
untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis
diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan siswa yang
harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan
tanpa ganjalan.
2.
Kompetensi
Profesionalisme Guru
Guru yang profesional adalah guru yang melaksanakan tugas
keguruan dengan kemampuan tinggi sebagai sumber kehidupan.
3.
Kompetensi Kognitif Guru
Guru diharapkan mampu mengubah pilihan
kebiasaan belajar siswa sebagai alat penangkal bahaya katidaknaikan atau
ketidaklulusan saja. Dengan kata lain, siswa tersebut belajar hanya ingin
mencapai cita-cita asal lulus semata (pass-only aspiration)
4.
Kompetensi Afektif Guru.
Kompetensi ranah afektif guru bersifat
tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar untuk diidentifikasikan. Kompetensi
ranah ini sebenarnya meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti:
cinta, benci, senang, sedih dan sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan
orang lain.
5.
Kompetensi Psikomotor
Guru.
Kompetensi psikomotor guru meliputi segala
ketrampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya
berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Secara garis besar, kompetensi
ranah karsa guru terdiri atas dua kategori, yaitu:
a)
Kecakapan fisik umum
Kecakapan fisik umum direfleksikan dalam
bentuk gerakan dan tindakan umum jasmani guru, seperti: duduk, berdiri,
berjalan, berjaba tangan, dan sebagainya yang tidak langsung berhubungan dengan
aktivitas mengajar.
b)
Kecakapan fisik khusus
Kecakapan fisik khusus meliputi
keterampilan-katerampilan ekspresi verbal ( pernyataan lisan) dan non verbal (
pernyataan tindakan) tertentu yang direfleksikan guru terutama katika mengelola
proses belajar mengajar.
C.
Psikologi
Pendidikan Dan Guru
Pada artikel ini lebih membahas tentang bagaimana
tindakan Guru terhadap peserta didiknya setelah memahami psikologi
pembelajaran. Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru.
Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi
yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003)
mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan
calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan
proses belajar mengajar peserta didik”
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru
melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1) Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat. Dengan memahami psikologi
pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan
bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran.
Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi
perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2) Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai. Dengan memahami
psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi
atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan
karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat
perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3) Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling. Tugas dan peran
guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing
para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru
dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses
hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4) Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik. Memfasilitasi artinya
berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti
bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya
memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya
perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya
guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator
maupun motivator belajar siswanya.
5) Menciptakan iklim belajar yang kondusif. Efektivitas pembelajaran
membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi
pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim
sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar
dengan nyaman dan menyenangkan.
6) Berinteraksi secara tepat dengan siswanya. Pemahaman guru tentang
psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa
secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan
siswanya.
7) Menilai hasil pembelajaran yang adil. Pemahaman guru tentang psikologi
pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa
yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip
penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
BAB
III
Kesimpulan
A.
Kesimpulan
Pada hakikatnya, baik itu pendidikan maupun pengajaran
keduanya adalah merupakan suatu proses transformasi nilai, ilmu, keterampilan dan
budaya dari pendidik kepada peserta didik yang mengarah kepada timbulnya
perilaku belajar para siswa. Dan pada hakikatnya pendidikan dan pengajaran
tidak memiliki perbedaan yang berarti, mengingat satu sama lain saling
membutuhkan, setiap pengajaran adalah pendidikan, dan setiap pendidikan pasti
di dalamnya terdapat pengajaran, baik itu yang di lakukan oleh lembaga formal,
keluarga ataupunlingkungan.
B.
Daftar
Pustaka
http://exbenkexord.wordpress.com/2012/11/02/makalah-psikologi-tentang-psikologi-pendidikan/
Advertisement
Loading...