Tingkatan Tauhid Dalam Islam
Adapun tingkatan tauhid adalah
sebagai berikut.
1. Tauhid Zat Allah
Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa Allah Esa
dalam Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah, kesan bahwa Dia
berdikari. Dia adalah Wujud yang tidak bergantung pada apa dan siapa pun dalam
bentuk apa pun. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah Ghani (Absolut). Segala
sesuatu bergantung pada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dia tidak
membutuhkan segala sesuatu. Allah berfirman:
Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah. Dan
Allah, Dialah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan apa pun) lagi Maha Terpuji. (QS. Fâthir: 15)
Arti dari Tauhid Zat Allah adalah bahwa kebenaran ini hanya satu, dan
tak ada yang menyerupai-Nya. Al-Qur'an
memfirmankan:
Tak ada yang menyamai-Nya. (QS. asy-Syûrâ: 11)
2. Tauhid dalam Sifat-sifat Allah
Tauhid Sifat-sifat Allah artinya adalah mengakui bahwa Zat dan
Sifat-sifat Allah identik, dan bahwa berbagai Sifat-Nya tidak terpisah satu
sama lain. Tauhid Zat artinya adalah menafikan adanya apa pun yang seperti
Allah, dan Tauhid Sifat-sifat-Nya artinya adalah menafikan adanya pluralitas di
dalam Zat-Nya. Allah memiliki segala sifat yang menunjukkan kesempurnaan,
keperkasaan dan ke-indahan, namun dalam Sifat-sifat-Nya tak ada segi yang
benar-benar terpisah dari-Nya. Keterpisahan zat dari sifat-sifat dan
keterpisahan sifat-sifat dari satu sama lain merupakan ciri khas keterbatasan
eksistensi, dan tak mungkin terjadi pada eksistensi yang tak terbatas.
Pluralitas, perpaduan dan keterpisahan zat dan sifat-sifat tak mungkin terjadi
pada Wujud Mutlak.
3. Tauhid dalam Perbuatan Allah
Arti Tauhid dalam perbuatan-Nya adalah mengakui bahwa alam semesta
dengan segenap sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya, merupakan perbuatan
Allah saja, dan terwujud karena kehendak-Nya.
Di alam semesta ini tak satu pun yang ada sendiri. Segala sesuatu bergantung
pada-Nya. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah pemelihara alam semesta. Dalam hal
sebab-akibat, segala yang ada di alam semesta ini bergantung. Maka dari itu,
Allah tidak memiliki sekutu dalam Zat-Nya, Dia juga tak memiliki sekutu dalam
perbuatan-Nya. Setiap perantara dan sebab ada dan bekerja berkat Allah dan
bergantung pada-Nya. Milik-Nya sajalah segala kekuatan maupun kemampuan untuk
berbuat.
Manusia merupakan satu di antara makhluk yang ada, dan karena itu
merupakan ciptaan Allah. Seperti makhluk lainnya, manusia dapat melakukan
pekerjaannya sendiri, dan tidak seperti makhluk lainnya,
manusia adalah penentu nasibnya sendiri. Namun Allah sama sekali tidak
mendelegasikan Kuasa-kuasa-Nya kepada manusia. Karena itu manusia tidak dapat
bertindak dan berpikir semaunya sendiri, "Dengan kuasa Allah aku berdiri
dan duduk. "
4. Tauhid dalam Ibadah
Tauhid dalam ibadah merupakan masalah praktis, merupakan bentuk
"menjadi". Tingkatan-tingkatan tauhid
di atas melibatkan pemikiran yang benar. Tingkat keempat ini merupakan tahap
menjadi benar. Tahap teoretis tauhid, artinya adalah memiliki pandangan yang
sempurna. Tahap praktisnya artinya adalah berupaya mencapai kesempurnaan.
Tauhid teoretis artinya adalah memahami keesaan Allah, sedangkan tauhid praktis
artinya adalah menjadi satu. Tauhid teoretis adalah tahap melihat, sedangkan
tauhid praktis adalah tahap berbuat. Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang
tauhid praktis, perlu disebutkan satu masalah lagi mengenai tauhid teoretis.
Masalahnya adalah apakah mungkin mengetahui Allah sekaligus dengan keesaan
Zat-Nya, keesaan Sifat-sifat-Nya dan keesaan perbuatan-Nya, dan jika mungkin,
apakah pengetahuan seperti itu membantu manusia untuk hidup sejahtera dan
bahagia; atau dan berbagai tingkat dan tahap tauhid, hanya tauhid praktis saja
yang bermanfaat. baca juga Arti Ilmu Kalam Menurut Ibnu Khaldun
Advertisement
Loading...